Senin, 25 Mei 2009

AUDIT PEMASARAN

1. DEFENISI

Audit pemasaran adalah pengujian yang komperhensip, sistematis, independen dan dilakukan secara periodik terhadap lingkungan pemasaran, tujuan, strategi dan aktivitas perusahaan atau unit bisnis, untuk menentukan peluang dan area permasalahan yang terjadi, serta merekomendasikan rencana tindakan untuk meningkatkan kinerja pemasaran perusahaan.

2. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan utama dari audit pemasaran adalah untuk mengidentifikasikan ancaman-ancaman pemasaran yang dihadapi perusahaan dan merencanakan perbaikan yang diperlukan untuk mengeliminasi ancaman tersebut. Sedangkan manfaat yang diperoleh dari audit ini, hasil audit dapat memberikan gambaran yang objektif tentang kinerja pemasaran perusahaan dan berbagai kekurangan yang terjadi dalam pengelolaan upaya pemasaran yang masih memerlukan perbaikan.

3. RUANG LINGKUP DAN TUJUN AUDIT

1. Audit lingkungan pemasaran
2. Audit strategi pemasaran
3. audit organisasi pemasaran
4. Audit sistem pemasarnan
5. Audit produktifitas pemasaran
6. Audit fungsi pemasaran

4. TAHAPAN-TAHAPAN AUDIT PEMASARAN

1. Audit pendahuluan
2. Review dan pengujian atas pengendalian manajemen pemasaran
3. audit lanjutan
4. Pelaporan

Rabu, 24 Desember 2008

PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJAUNTUK PENINGKATAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA UNTUK PENINGKATAN KINERJA INTASI PEMERINTAH


KAJIAN TEORI
1. Anggaran Berbasis Kinerja
Menurut Governmental Accounting Standard Board (GASB) definisi anggaran adalah rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu. Mardiasmo (2004) menyatakan anggaran sector publik terutama pemerintah penting karena :
1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan social ekonomi menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang sedangkan sumbernya yang ada terbatas
3. Untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat.
Anggaran kinerja adalah system anggaran yang lebih menekankan pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal. Penjelasan PP No.15 tahun 2008, pasal 8, anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu system anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang di tetapkan. Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Suatu anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil karya (output)dari perencanaan alokasi biaya (input) yang ditetapkan
2. Output (keluaran) menunjukkan produk (barang/jasa)yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input yang digunakan)
3. Input (masukan) adalah besarnya daya, sumber daya manusia, material, waktu dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan sesuai dengan masukan input yang digunakan
4. kinerja ditunjukkan oleh hubungan input (masukan) dengan output (keluaran)
Penerapan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional. Khususnya, kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaan tutjuan dan sasaran pelayanan public. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan.
Anggaran kinerja di dasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran. Menurut pendekatan anggaran kinerja dominasi pemerintah akan dapat di awasi dan dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan audit kinerja serta evaluasi eksternal.

2. Penerapan anggaran berbasis kinerja
Era New Publik Management ditandai dengan pelaksanaan prinsip-prinsip good government dalam segala bidang. Di bidang keuangan sektor publik, sistem manajemen keuangan yang baik dan mampu mewujudkan prinsip-prinsip good government, termasuk didalamnya sistem perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Transparansi dalam proses persiapan anggaran dan akuntabilitas dan manajemen keuangan pemerintah, tentunya akan menunjang penggalian, pengalokasian serta penggunaan sumber-sumber ekonomi secara bertanggung jawab.

Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran pemerintah, hal tersebut memberi arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut, tetapi juga berhak menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Value for money adalah diterapkannya tiga prinsip dalam proses pengangguran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektifitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisien berarti penggunaan dana masyarakat tersebut menghasilkan output yang maksimal atau berdaya gua. Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target atau tujuan untuk kepentingan publik.

Dalam rangka transparansi dan penciptaan good government maka UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan negara mengamanatkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Sesuai dengan pasal 7 PP No.21 tahun 2004 instansi negara harus menyusun anggaran dengan mengacu pada indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja. Penyusunan anggaran yang dituangkan dalam RKA-KL instansi negara harus mencerminkan indikator kinerja dalam satuan output yang terukur. Dengan melihat kinerja masing-masing instansi negara dapat dilihat apakah anggaran pemerintah telah membawa hasil yang maksimal.

Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja ,lima komponen pokok yang harus bekerja dengan baik yaitu :
1. satuan kinerja : sebagai penanggung jawab pelaksana kegiatan untuk mencapai output yang diharapkan dari kegiatan atau subkegiatan.
2. Kegiatan : serangkaian tindakan yang akan dilaksanakan satuan kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya untuk menghasilkan output yang ditentukan
3. Output/keluaran : merupakan hasil dari pelaksanaan kegiatan satuan kerja.
4. Standar biaya : perhitungan biaya input dan biaya output didasarkan pada standar biaya yang telah ditetapkan, baik yang bersifat umum maupun khusus.
5. Jenis belanja : setiap rencana belanja harus dibebankan pada jenis belanja sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Untuk dapat menerapkan anggaran berbasis kinerja diperlukan langkah-langkah pokok sebagai berikut ;
1. Penyusunan rencana strategik, yang mencakup pertanggungjawaban/ pelaksanaan program
2. Sinkronisasi, yakni sinkronisasi program dan kegiatan/subkegiatan. Langkah ini dimaksud untuk:
a. Menata alur keterkaitan antara subkegiatan, kegiatan dan program terhadap kebijakan yang melandasi.
b. Memastikan bahwa kegiatan/subkegiatan yang diusulkan benar0benar akan menghasilkan output yang mendukung pencapaian sasaran/kinerja program
c. Memastikan bahwa sasaran/ kinerja program akan mendukung pencapaian tujuan kebijakan
d. Memastikan keterkaitan program dengan RPJM.
3. Penyusunan kerangka acuan, yang menguraikan dengan jelas bagaimana program dan isinya terkait dengan upaya mencapai tujuan kebijakan yang melandasinya. Kerangka acuan harus menggambarkan :
a. Uraian mengenai pengertian kegiatan dan mengapa kegiatan perlu dilaksanakan dalam hubungan dengan tugas pokok dan fungsi
b. Satuan kerja/ngenai pengertian kegiatan dan mengapa kegiatan perlu dilaksanakan dalam hubungan dengan tugas pokok dan fungsi
c. Satuan kerja/personil yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan untuk mencapai output dan siapa sasaran yang akan menerima layanan dari kegiatan.
d. Rincian pendekatan/metodologi dan jangka waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan
e. Uraian singkat mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan serta melengkapi dengan uraian alur pikir keterkaitan antara kegiatan/subkegiatan dengan program yang mengayuminya.
f. Data input sumber daya yang diperlukan, terutama perkiraan biayanya.
g. Sistem monitoring, evaluasi hasil/keluaran dari pelaksanaan kegiatan.
4. Perumusan/penetapan indikator kinerja
Indikator kinerja adalah bagian penting dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja. Indikator kinerja merupakan performance commitment yang dijadikan daasra atau kriteria penilaian kinerja instansi pemerintah. Ukuran penilaian didarakan pada indikator sebagai berikut :
a. Masukan (input) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sunber dana, sumberdaya manusia, material, waktu, teknologi dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau kegiatan/subkegiatan.
b. Keluaran (output) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan produk (barang/jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan/subkegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan.
c. Hasil(outcome) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program dan atau kegiatan/sub kegiatan yang sudah dilaksanakan
d. Manfaat (benefit) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat dan pemerintah.
e. Dampak (impact) yaitu tolak ukur berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.
5. Pengukuran kinerja / akuntabilitas kinerja
Anggaran berbasis kinerja perlu didukung oleh akuntabilitas kinerja yang menunjukkan pertanggungjawaban instansi pemerintah atas keberhasilan atau kegagalan pengelolaan dan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang dilakukan secara periodik diukur dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar akuntabilitas kinerja dapat berjalan dengan baik diperlukan : sistem pengukuran kinerja dan sistem pengelolaan kinerja yang dapat bekerja secara sinergis.
6. Pelaporan kinerja
langkah akhir dari anggaran berbasis kinerja adalah pertanggungjawaban kinerja yang dituangkan dalam laporan akuntabilitas kinerja yang disusun secara jujur, objektif dan transparan. Laporan akuntabilitas kinerja menguraikan tentang pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi beserta berguna sebagai bahan evaluasi atau umpan balik bagi pihak-pihak yang be


Pengolahan keuangan Negara dan daerah hingga saat ini masih menjadi kendala. BPKP dalam laporannya beberapa waktu yang lalu menyebutkan bahwa swpanjang periode 2002 hingga 30 April 2007, kerugian negara akibat berbagai bentuk kasus korupsi mencapai Rp 18,2 triliun. Sebelumnya, Departemen Keuangan juga merilis laporan bahwa kepatuhan daerah untuk memenuhi kewajiban menyerahkan APBD 2007 kepada Departemen Keuangan sangat rendah. Hingga 12 April 2007 sebanyak 172 kabupaten/ kota membangkang tidak menyerahkan laporan keuangannya. Padahal Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Thun 2006 begitu jelas dipaparkan aturan dan mekanisme pengesahan APBD yang merupakan dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam masa satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari hingga 31 Desember.
Menurut catatan Depkeu, hingga 12 April 2007 baru 54 kabupaten/kota yang telah menyelesaikan Rencana APBD 2007. selebihnya, sebanyak 59kabupaten dan kota belum menyerahkan APBD 2007 tanpa alas an yang jelas dan 59 daerah lainnya mengaku terlambat menyerahkan APBD. Bukan itu saja, penerapan anggaran Negara juga sangat rendah. Kemampuan pemerintah dalam mengelola APBD juga sama. Salah satu upaya mengatasi merosotnya kemampuan pemerintah adalah dengan meningkatkan peran APBD. Untuk meningkatkan investasi nasional, pemerintah daerah harus bias merealisasi belanja modal. Menurut Menteri Keuangan, paling tidak kemampuan membelanjakan modal sebesar 30 persen dari APBD pada 2008. tahun 2005 rata-rata realisasi belanja modal daerah hanya 19,3 persen dari APBD, sedangkan tahun lalu naik menjadi 24,8 persen.

Pengukuran kinerja atas pelaksanaan anggaran juga tidak terstandarisasi secara seragam. Akibatnya, penilaian keberhasilan per departemen juga tidak seragam. Bahkan, pengelolaan anggaran Negara hingga kini masih memperoleh nilai disclamer dari Badan Pemeriksa Keuangan, yang menunjukkan bahwa system manajemen keuangan Negara belum berjalan efektif dan efesien. Sementara itu kosekuensi dari penilaian BPK terhadap pelaksanaan APBN juga tidak jelas. Disitulah pentingnya konsepsi anggaran terpadu, yang menekankan pada optimalisasi penggunaan dana. Hal itu untuk mencapai sasaran program yang akan dilaksanakan oleh suatu unit organisasi. Konsepsi sebagaimana disebutkan diatas akan terwujud dengan baik bila diterapkan klasifikasi anggaran berdasarkan organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja.
Dampak lanjutan dari realisasi semacam itu adalah tidak jelasnya tujuan indicator kinerja, yang merupakan bagian dari pengembangan system penganggaran berdasarkan kinerja. Sehingga terjadi perbaikan, efesiensi dan efektifitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan kebijakan jangka menengah.
Penerapan anggaran berdasarkan kinerja diterapkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada system penganggaran sebelumnya. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan pelayannan kepada masyarakat, yang berkaitan dengan kebijakan, perencanaan, penganggaran dan pelaksanaannya.

Sistem anggaran pada dasarnya merupakan system yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan system anggaran berbasis kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator yang digunakan sebagai tolak ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.

Penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia sudah dicanangkan melalui pemberlakuan UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun 2005. pemerintah pun telah mengeluarkan PP No.20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan PP No.21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga (RKA-KL) sebagai operasionalisasi kebijakan pengangguran kinerja. Bahkan, Departemen Keuangan telah mengatur lebih rinci penerapan pengangguran kinerja dalam peraturan Menteri Keuangan No.54/PMK.02/2005 dan membangun aplikasi program komputer RKA-KL.

Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem perencanaan, penganggaran an evaluasi yang menekan pada keterkaitan antar anggaran dengan hasil yang di inginkan. Perencanaan penganggaran kinerja harus dimulai dengan perencanaan kinerja, baik pada level nasional (pemerintah) maupun level instansi (kementrian/lembaga), yang berisi komitmen tentang kinerja yang akan dihasilkan, yang dijabarkan dalam program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Setiap instansi selanjutnya menyusun kebutuhan anggaran berdasarkan program dan kegiatan yang direncanakan dengan format RKA-KL, yang selanjutnya dibahas dengan otoritas anggaran (Departemen keuangan, Bappenas, dan DPR).RKA-KL dari keseluruhan kementrian/lembaga menjadi bahan penyusunan RAPBN bagi pemerintah.

Pelaksanaan anggaran mulai tercermin mulai dari penyusunan Rencana kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga (RKA-KL). RKA-KL yang disusun harus berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Artinya kegiatan yang lebih jelas. Program dan kegiatan instansi pemerintah/ kementrian pemerintah /lembaga harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan sesuai dengan rencana kerja pemerintah.

Namun dalam praktek, masih banyak dijumpai kelemahan sejak perencanaan kinerja, proses penyusunan dan pembahasan anggaran sampai dengan penuangannya dalam format-format dokumen anggaran (KRA-KL dan APBN). Meski pemerintah telah memiliki RKP, namun RKP ini hanya merupakan komplikasi berbagai usulan program instansi pemerintah dengan indikator yang juga beragam yang menjadikan Bappenas mengalami kesulitan untuk merumuskan indikator kinerja nasional.
Selain itu juga dalam penerapan anggaran berbasis kinerja terdapat permasalahan-permasalahan yaitu :

1. Tidak jelasnya tujuan dan indikator kinerja dalam dokumen perencanaan anggaran maupun dokumen anggaran.
Belum jelasnya indikator kinerja dari penggunaan anggaran untuk program dan kegiatan yang diusulkan. Indikator yang sudah tercantum di RKA-KL juga belum sepenuhnya memenuhi kriteria SMART (specific, measurable, achievable, relevan dan time-bound). Banyak kegiatan indikator kinerjanya tidak jelas dan cenderung sama dengan kegiatan-kegiatan lain

2. Sulitnya menentukan standarisasi pengukuran kinerja secara seragam di antara instansi pemerintah
Untuk program yang sama, tiap instansi mendefenisikan sendiri-sendiri apa sasaran programnya, yang kemungkinan berbeda-beda. Pada akhirnya menyulitkan pendefenisian ukuran kinerja nasional untuk program tersebut.

3. Kualitas sumber daya manusia khususnya dalam pengelolaan data dan informasi yang berkualitas tentang penganngaran berbasis kinerja.
Masih merupakan permasalahan klasik tentang kesiapan SDM dalam penerapan penyusunan anggaran berbasis kinerja. Beberapa instansi pemerintah yang belum mampu menuangkan indikator kinerja dan pencapaian dari program dan kegiatan dari DIPA. Hal ini disebabkan kurangnya kegiatan sosialisasi maupun pengembangan kompetisi pegawai tentang penerapan anggaran berbasis kinerja. Kemampuan pengolahan data dan informasi keuangan yang ada dari SDM suatu instansi belum memadai. Banyak dari instansi pemerintah yang dalamproses penyusunan RKA-KL masih sangat tergantung bantuan teknis pengolahan data dari pegawai Departemen Keuangan.

4. Terdapat konflik kepentingan antara legislatif maupun eksekutif dalam penyusunan anggaran negara.
Kepentingan politik yang terbawa dalam perencanaan dan penganggaran menimbulkan masalah tersendiri bagi pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja. Alokasi anggaran setiap program dan kegiatan di masing-masing instansi pemerintah yang terdiri atas satuan-satuan kerja yang sangat dipengaruhi oleh kesempatan antara eksekutif dan legislatif. Kesempatan tersebut lahir akibat konflik kepentingan atau perbedaan persepsi antara pemerintah dengan DPR terhadap prioritas kegiatan.

5. Standar biaya dan standar pelayanan minimal yang belum dapat ditentukan secara kompherensip.
Pada prakteknya standaer biaya (SB) dan standar pelayanan minimal (SPM)belum dapat diterapkan secara komperhensif untuk mendukung anggaran berbasis kinerja. Standar biaya umum yang ada sebagian masih berorientasi pada input. Masih banyak instansi pemerintah yang mengalami kesulitan dalam menyususn harga standar biaya khusus per kegiatan dan program. Kondisi ini mungkin terjadi karena tidak didukung oleh data base, system akuntansi dan perencanaan yang baik. Ketiadaan standar biaya mengakibatkan penyusunan anggaran per program dan kegiatan menjadi beragam sehingga sulit diukur kefisiensinya.